Animasi sebenarnya tidak aan terwujud tanpa didasari pemahaman mengenai prinsip fundamental kerja mata manusia.
Seperti ditunjukan pada
karya seorang Prancis Paul Roget
(1828), penemu Thaumatrope, Sebuah alat berbentuk kepingan yang dikaitkan
dengan tali pegas diantara kedua sisinya. Kepingan itu memiliki dua gambar pada
sisinya.
Ketika kepingan berputar
maka seolaholah dua gambar tersebut jadi bergerak .
Proses ini ditangkap oleh
mata manusia dalam satu waktu, sehingga mengekspose gambar itu menjadi gerak .
Animasi akhirnya menjadi
suatu hal yang lumrah walaupun masih menjadi “barang” mahal pada waktu itu.
Bahkan Stuart Blackton, telah
diberitakan membuat film Animasi pendek tahun 1906 dengan judul “Humourous
Phases of Funny Faces” dimana prosesnya dilakukan dengan cara menggambar kartun
diatas papan tulis , lalu di foto , dihapus untuk diganti modus geraknya dan di
foto lagi secara berulang-ulang.
Inilah film Animasi pertama yang menggunakan
“stop-motion” yang dihadirkan di dunia .
Pada awal abad ke 20 ,
popularitas kartun Animasi mulai menurun sementara film layar lebar semakin
merajai sebagai alternative media entertainment. Public mulai bosan dengan pola
yang tak pernah berganti pada animasi tanpa didalamnya terdapat story line dan
pengembangan karakter. Pada saat itu kondisi mulai terentang antara antara film
layar lebar dan animasi , kecuali beberapa karya , misalnya Winsor McCay yang berjudul “Gertie the
Dinosaur” tahun 1914, McCay tela memulai sebuah cerita yang mengalir dalam
animasinya ditambah dengan beberapa effect yang mulai membuat daya Tarik
tersendiri .
Cerita dab story line pun
mulai beragam disesuaikan dengan demand public .
Industry-industri film
raksasa mulai membuat standarisasi animasi yang laku dipasaran, biaya produksi
pun dapat ditekan dan tidak semahal dulu, Akhirnya kartun mulai memasuki
manufaktur dipertengahan abad ke 20 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar